Yohanes 4:27-42
Usai berbelanja makanan (8), para murid heran melihat Yesus berbicara
dengan seorang perempuan Samaria (27). Memang bukan merupakan hal yang
lazim bagi seorang rabi untuk berbicara dengan perempuan. Namun Yesus
menginjili melampaui batas-batas ras, karena hal itu dapat menghalangi
orang untuk berbicara tentang Injil.
Perkataan Yesus rupanya begitu menarik bagi si perempuan Samaria, dan
ia menganggap bahwa orang lain pun harus mendengarnya. Begitu
menggebu-gebu keinginannya untuk berbagi cerita tentang Yesus, yang
mengetahui masa lalunya dan yang menyatakan diri sebagai Mesias, membuat
si perempuan sampai meninggalkan tempayannya (28). Cerita si perempuan
tampaknya berhasil menarik orang-orang
di kota itu untuk menemui Yesus
(30). Bukan hanya itu, masih ada orang-orang Samaria lain yang menjadi
percaya pada kesaksian perempuan itu tentang Yesus (39). Kuncinya,
percakapan itu menyentuh kehidupan si perempuan sehingga kemudian ia pun
menjadi pemberita tentang Yesus.
Yesus juga mengajar murid-murid-Nya tentang prioritas-Nya. Saat siang
hari demikian (6) mungkin saja Ia lapar, tetapi perhatian-Nya terfokus
pada kebutuhan rohani si perempuan dibandingkan kebutuhan jasmani
diri-Nya sendiri. Sebab yang menjadi kebutuhan-Nya adalah melakukan
kehendak Bapa-Nya. Prioritas begitu penting karena waktu yang begitu
terbatas dan mendesak (35). Apakah itu berarti bahwa Yesus tidak punya
waktu untuk makan dan beristirahat barang sejenak? Lalu apakah kita juga
tidak boleh punya waktu untuk memenuhi kebutuhan jasmani kita? Tentu
bukan demikian maksudnya. Kita harus menyadari bahwa penginjilan
merupakan pelayanan yang mendesak, yang harus segera dilakukan. Sebab
itu kita harus benar-benar memusatkan fokus kita untuk melakukan
kehendak Allah, bukan hanya mengurusi kepentingan pribadi.
Maka jangan biarkan ada sesuatu apa pun yang menjauhkan kita dari pengabdian penuh untuk melayani Dia dengan memberitakan Injil.