Mazmur 120
Bagaimana sikap kita menghadapi musuh yang memfitnah hendak menghancurkan kita? Membalas kejahatan dengan kejahatan tentu bukan sikap kristiani. Menyerah begitu saja dan hancur, juga bukan sikap kristiani. Karena bukankah nama baik kita sebagai orang Kristen juga mewakili nama baik Allah? Pemazmur tinggal di tempat asing yang penduduknya memusuhi dia (5). Suku Mesekh menetap Turki dan suku Kedar tinggal di gurun Arabia. Ini menggambarkan situasi pembuangan. Bandingkan dengan Mazmur 42-43 di mana pemazmur yang berada di pembuangan juga merasakan sindiran permusuhan dari penduduk setempat, "Di mana Allahmu?" Mungkin fitnah serupa sedang dialami pemazmur, bahkan yang menjurus kepada kekerasan (6). Kalau terprovokasi, pemazmur bisa melawan dengan kekerasan (7).
Pemazmur berpaling kepada Tuhan untuk meminta kelepasan
(2). Pertama, pemazmur sudah pernah mengalami bagaimana Tuhan menjawabnya pada saat ia mengalami kesesakan (1). Ini menjadi alasan bagi pemazmur untuk meminta pertolongan dari Tuhan. Kedua, pemazmur mencoba berargumentasi dengan para musuh (3-4). Ayat 3 merupakan pertanyaan retorik: 'Keuntungan apa yang mereka akan peroleh dengan memfitnahnya?' Jawabannya di ayat 4, 'Fitnahan itu akan berbalik menimpa diri mereka.' Ayat 4 bisa diterjemahkan sbb.: "panah-panah dari pahlawan, yang ditajamkan dengan bara kayu arar." Kayu arar adalah sejenis kayu yang tahan lama baranya ketika dibakar. Dengan panas yang lama, anak-anak panah ditajamkan dan semakin berdaya perusak. Artinya, pemfitnah akan dihancurkan oleh fitnahannya sendiri.
Tidak membalas bukan berarti manda (mau/tahan) kepada ketidakadilan. Menyerahkan pembalasan kepada Tuhan, berarti percaya Tuhan akan bertindak membela yang benar! Apakah hidup kita sudah benar?